Mengenal Ugamo Malim rasanya seperti déjà vu. Inti ajarannya serupa dengan ajaran agama saya, ajaran agama yang juga serupa dengan agama-agama yang lain. Rasanya beragam agama dan kepercayaan tersebut pernah bersepakat tentang bagaimana hidup bersama dalam kebaikan. Hal baru yang saya temukan dalam Ugamo Malim adalah bahasa, cara beribadah, ritual, lantunan gondang, simbol-simbol agama serta ekspresi khusyuk para penghayatnya yang disebut Parmalim. Hal yang sungguh menarik adalah sejarah pendidikan Parmalim. Sedari dulu mereka terbuka akan hal-hal baru. Remaja Parmalim didorong untuk mempelajari beragam hal, baik perempuan maupun laki-laki.
Bagaimana remaja Parmalim menjalani kehidupannya? Ini adalah pertanyaan besar saya sedari awal. Lalu saya bertemu dengan Carles Butar Butar yang menyapa saya terlebih dahulu. Dengan ramah, dia menanyakan hal-hal yang ingin dia ketahui tentang saya. Remaja ini ingin tahu dan berani, saya terkesan. Carles membuka dirinya, senang bercerita dan tidak keberatan untuk ditanya tentang apapun. Carles dan keluarganya menerima kedatangan dan maksud saya dengan baik, saya beruntung.
Selama mengikuti Carles, saya menyadari saya bertemu dengan manusia berumur 17 tahun dengan tanggung jawab besar yang melebihi usianya. Terutama jika dibandingkan dengan remaja lain pada umumnya, termasuk saya saat usia remaja. Tanggung jawab serupa Carles, saya dapatkan ketika saya berumur 25 tahun, saat lulus kuliah dan sepatutnya mandiri. Saya saat itu hanya berusaha mencukupi diri saya sendiri. Carles di usia 17 tahun sudah membantu ekonomi keluarga besarnya. Kegiatan Carles padat dari pagi sampai malam, waktu santai untuk dirinya sendiri tiba di pukul 20.00 WIB tiap harinya. Hari Sabtu adalah hari beribadah dan bersantai. Hari Minggu tetaplah hari bekerja, justru di hari itu Carles dan keluarganya dapat bekerja di sawah “full team” karena sekolah libur.
Di luar tanggung jawab tersebut, Carles tetaplah remaja yang ingin berkelana, bergaul, bersantai dan memiliki cita-citanya sendiri. Hal yang paling menarik bagi saya adalah di usia belianya, Carles sudah berusaha menyeimbangkan diri, antara berbakti pada keluarga dan memenuhi keinginan pribadinya. Carles mengurus dirinya sebaik yang dia usahakan. Saya percaya sikap Carles tersebut berkaitan dengan apa yang Carles yakini sebagai Parmalim. Untuk itu saya, juga Anda, adalah orang yang amat beruntung dapat mengenal sosok seperti Carles.
Cicilia Maharani